Inovasi Kekinian Urban Farming
Inovasi Kekinian Urban Farming, Bercocok Tabur di Hawa!
Jakarta- Urban farming ataupun pertanian di perkotaan kian naik daun semenjak merambatnya Covid- 19. Survey MarkPlus( 2020) mengalami kalau 92, 7 persen warga Jakarta melaksanakan aktivitas urban farming serta hendak lalu melanjutkannya walaupun endemi sudah teratasi.
Tata cara urban farming teranyar merupakan aeroponik, ialah sistem bercocok tabur di hawa tanpa memakai tanah. Pangkal tumbuhan didiamkan berkembang bergantung tanpa alat tanah, pada tempat yang sudah dilindungi kelembapannya.
Aeroponik ialah sistem pertanian yang gampang buat dibesarkan, tetapi diperlukan tingkatan akurasi yang besar. Wajib melindungi kelembaban hawa, kehangatan serta sistem pengkabutan buat menutrisi tumbuhan.
” Kita menggunakan teknologi Internet of Things ataupun IoT yang berintegrasi dengan perkebunan buat mempermudah pelakon aeroponik memantau perkembangan tanamannya,” ucap Muhammad Rozan Miqdad, mahasiswa Metode Elektro, Universitas Pertamina.
Inovasi Kekinian Urban Farming
Bersama teman- temannya Muladi Jordan serta Muhammad Akram Saputra, inovasi regu bernama Regu Ariculture itu berhasil menyabet pemenang 1 dalam PT PLN Innovation and Competition Engineering( ICE) 2022. Mereka pula sukses memperoleh pendanaan pengembangan cetak biru IoT aeroponik dengan keseluruhan angka menggapai Rp 50 juta.
” Kita membuat rumah pintar pengembangan pertanian aeroponik, berada di Garut. Rumah pintar itu dilengkapi teknologi cagak pertanian semacam pemeriksaan kelembaban, pemeriksaan sinar serta pemeriksaan pH yang berintegrasi dengan Internet lewat handphone cerdas, selaku perlengkapan pengaturnya. Alhasil pelakon aeroponik dapat memantau tumbuhan dari jauh,” nyata Rozan.
NASA( National Aeronautics and Ruang Administration) mengatakan kalau pertaniaan perkotaan yang menggunakan sistem aeroponik bisa kurangi pemakaian air sampai 98 persen, pemakaian pupuk sampai 60 persen serta pemakaian pestisida 100 persen.
Aeroponik pula teruji lebih moncer dibanding metode budidaya konvensional. Sebagian riset menguak penciptaan aeroponik 2, 5 kali bekuk lebih besar. Riset lain membuktikan daya produksi berat selada aeroponik dapat menggapai 20 ton per hektar, lebih besar dari selada hasil pertanian konvensional ialah sebesar 10 ton per hektare.
Walaupun dikira lebih profitabel, sistem aeroponik menginginkan kontrol serta pengawasan yang amat detil serta teratur buat kurangi tingkatan kekalahan. Teuku Muhammad Roffi berlaku seperti dosen pembimbing Regu Ariculture menarangkan kalau pengembangan IoT aeroponik didasarkan pada metode precision farming.
“ Pertanian yang akurasi menaruh sinar, air, temperatur serta kelembaban yang cocok dengan keinginan tumbuhan. Alhasil diperlukan teknologi perlengkapan elektronika serta IoT buat mengoptimalkan ketelitian serta tingkatkan hasil panen,” tutur Roffi.
Berita terbaru Indonesia di => Suclound